BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak ada satupun tumbuhan dan hewan yang ada didunia tanpa memiliki fungsi dan peran. Begitu pula padang lamun, dialam berfungsi sebagai penghasil detritus (sampah) dan zat hara yang berguna sebangai manakan bagi mahkluk hidup lainnya. Detrutus dan lamun yang tua diuraikan oleh sekumpulan hewan dan jasat renik yang hidupm didasar perairan. Hasil penguraian ini berupa nutrien yang terlarut didalam air. Nutrien ini tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun melainkan juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton, zooplankton, dan juvenil ikan atau udang.
Padang lamun (seagrass meadow) merupakan hamparan tanaman rumput laut yang selalu terendam air ini bisa ditemui baik di lingkungan sedimen estuaria yang dangkal maupun di tengah laut sekitar pulau-pulau. Diseluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 50 jenis yang mampu hidup di lingkungan terendam air yang bersifat saline. Walaupun dari lingkungan terendam air, namanya juga menyebutkan sebagai rumput laut, namun tanaman berbunga yang termasuk golongan angiospermae ini tidak ada hubungan dengan tanaman rumput yang biasa kita kenal di daratan walaupun sama-sama berakar rimpang.
Tanaman lamun memerlukan substrat yang agar berpasir, memiliki bentuk daun yang yang sedikit lebar dan memanjang seperti pita (linearis) misalnya pada genus Thalassia dan Halodule. Kondisi tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi penetrasi cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Komunitas lamun kebanyakan dapat tumbuh pada kedalaman sampai 2 sampai 2,5 m dari permukaan air laut.
Salah satu cara yang digunakan untuk melakukan pendataan terhadap lamun yaitu menggunakan metode transek kuadrat. Pendataan di lakukan untuk melihat spesies yang hidup di lokasi bentangan transek kuadrat.
Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
Padang lamun juga memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Tempat kegiatan marikultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram.
2. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan memlihara juvenil
3. Tempat rekreasi atau pariwisata.
4. Sumber pupuk hijau
1.2 Deskripsi Area Studi
Praktikum dilakukan stimulasi di lapangan samping laboratorium biologi laut. Tempat ini dipilih karena tempatnya yang mudah di jangkau dan mudah untuk melakukan pengamatan. Praktikum dilaksanakan pada jam 14.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.
1.3 Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini adalah agar dapat :
- Mengenali dan membedakan jenis-jenis lamun.
- Melakukan pengambilan data lamun.
- Melakkan pengolahan dan analisa data lamun.
BAB II
DASAR TEORI
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual (dioecious) lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 ¨C 12 meter dengan sirkulasi air yang baik, (Mann, 2000).
Secara ekologi padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; dan (4) sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Bengen, 2002)
Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri, protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002).
Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak dieksploitasi. Sejumlah studi tentang moluska di daerah subtropik telah menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang paling penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan perannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al. 1984). Telah didemonstrasikan bahwa 20% sampai 60% biomasa epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan oleh komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Prosedur Percobaan
3.1.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat kami melakukan praktikum yaitu sebagai berikut :
· Transect Kuadrat
· Lapangan Padang Lamun
· AlatTulisdanLembar Data
3.1.2 Cara Kerja
· Dibentangkan transect garis sepanjang 10 meter
· Dibentangan transect garis (meteran) dibuat tiga plot pengamatan (transect kuadrat 1 meter x 1 meter). (plot pengamatan ditentukan olehasisten masing-masing kelompok)
· Ditiap plot pengamatan (transect 1meter x 1 meter) dibagi menjadi 25 bagian yang harus diamati secara terpisah.
· DilakukanPengamatan pada tiap bagian transect kuadrat.
· Diamati dan catat, tiap penutup spesies vegetasi lamun yang terdapat pada plot pengamatan, sesuai dengan kelas yang ditentukan berikut :
Tabel .
Kelas (i) | ProporsiSubtrat yang tertutupi | % subtrat yang tertutupi | Nilaitengah (M) |
5 | ½ - seluruhnya | 50 - 100 | 75 |
4 | ¼ - ½ | 25 – 50 | 37,5 |
3 | 1/8 – ¼ | 12,5 – 25 | 18,5 |
2 | 1/16 – 1/8 | 6,25 – 12,5 | 9,38 |
1 | Kurangdari 1/16 | <6,25 | 3,13 |
0 | Kosong | 0 | 0 |
Table 1. penutupan tiap specis
· Perkiraan penutupan vegetasi tiap jenis lamun yang terdapat dalam sub-plot pengamatan.
Contoh :
Penutupan vegetasi Thalassia dalam suatu transect kuadrat, adalah sebagai berikut :
0 | 1 | 2 | 2 | 3 |
0 | 0 | 3 | 2 | 2 |
1 | 2 | 5 | 4 | 5 |
3 | 5 | 5 | 1 | 4 |
5 | 5 | 4 | 1 | 2 |
Table 2. Penutupan vegetasi Thalassia
· Rumus untuk menghitung penetupan vegetasi lamun (C) :
C =
Dengan :
C = nilai penutupan lamun
Mi = nilai tengah kelas penutupan ke- i
Fi = frekuensi munculnya kelas penutupan ke- i
∑f = jumlah total frekuensi seluruh penutupan kelas
Dari contoh penutupan tersebut di atas maka penutupan Thalassia adalah :
Kelas | Nilaitengah (M) | Frekuensi (f) | Mi x f |
5 | 75 | 6 | 450 |
4 | 37,5 | 3 | 112,5 |
3 | 18,75 | 3 | 56,25 |
2 | 9,38 | 6 | 56,28 |
1 | 3,13 | 4 | 12,52 |
0 | 0 | 3 | 0 |
Total | | 25 | 687,55 |
Table 3. penutupan lamun
Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh nilai penutupan Thalassia, yaitu :
C = 687,55 / 25 = 27,5 %
· Lakukan pengolahan dan analisa data.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamtan terlampir pada lampiran belakang.
4.2 Analisa Data
Thalassia hemprichii :
LP I c = ( 19 57 ) + ( 5 37,5 )
= 1425 + 187,5
=
= 6,4 %
No | Jenis Lamun | Pengulangan I | Pengulangan II | Pengulangan III |
1 | Thalassia hemprichii | 64,5 % | 75 % | 69,75 % |
2 | Holophila spinulosa | 22,12 % | 3,25 % | 10,5 % |
3 | Halodule unerruis | 5,25 % | 3,75 % | 18 % |
Table 4 data hasil nilai penutupan jenis lamun.
Data hasil penutupan lamun:
No No | Jenis Lamun | Penutupan rata-rata |
1 | Thalassia hemprichii | 69,57 %5 |
2 | Holophila spinulosa | 11,25 % |
3 | Halodule unerruis | 9 % |
Hasil Penutupan | 30 % |
Table 5. hasil penutupan lamun.
4.3 Pembahasan
Kami melakukan praktikum lapangan biologi laut untuk memantapkan pengamtan tentang padang lamun (simulasi dengan rumput yang di darat). Berdasarkan hasil praktikum lapangan, kami hanya meneliti 3 jenis lamun yaitu : Thalassia hemprichii, Holophila spinulosa, dan Halodule unerruis. Untuk hasil yang lebih akurat dilakukan pengulangan selama tiga kali ditempat yang berbeda-beda, kemudian dirata-ratakan.
Pada jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki ciri rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut kaku, panjang daun 100-300 mm, dan lebar daun 2-10 mm, sedangkan pada jenis lamun Holophila spinulosa memiliki cirri daun sampai 22 pasang, tidak miliki tangkai daun, dan tanggai panjang, dan untuk jenis lamun Halodule unerruis meliki ciri ujung daun seperti trisula. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada gambar pada lampiran.
Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan dari ketiga jenis lamun dengan simulasi rumput darat, dimana yang ketiganya dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Perhitungan dilakukan pada setiap petakan transect kudrat, dan kemudian dihitung jenis lamun yang berada dalam petakan tersebut sampai pada petakan terakhir. Maka, dapat diperoleh hasil nilai penutupan pada ke tiga species lamun tersebut berdasarkan masing-masing pengulangan, hasil nilai penutupan pada lamun dapat dilihat pada table 4.1.
Dari hasil praktikum dapat kami simpulkan penutupan untuk Thalassia hemprichii adalah 69,75 %, Holophila spinulosa 11,25 % dan Halodule unerruis adalah 9 %. Jadi, dapat di ambil kesimpulan bahwa spesies lamun yang lebih dominan berdasarkan hasil praktikum adalah Thalassia hemprichii. pada perairan ini jenis lamun Thalassia hemprichii lebih banyak dibandingkan dengan pertumbuhan jenis lamun Holophila spinulosa dan Halodule unerruis.
BAB V
PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum lapangan yang berjudul Ekologi Padang Lamun dan Metode Pendataannya yang telah dilakukan pada simulasi rumput yang ada didarat, dengan alat yang digunakan berupa transek kuadrat dengan diameter 1 m2, maka dapat kami mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Species lamun yang paling dominan adalah Thalassia hemprichii.
2. Hasil penutupan lamun adalah 30 %
3. Kami menggunakan rumus C =
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 2002. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16
Klumpp et al.1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan : M. Eidman, D. G. Bengen, Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. xiii+459h.
Mann, H. 2000. Telaah Kualita Air Bagi Pengelolaan umberdaya dan Lingkungan Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit : Grasindo. Jakarta.